Selasa, 13 Mei 2014

Sejarah Karate Indonesia

 Karate masuk di Indonesia bukan dibawa oleh tentara Jepang melainkan oleh Mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang kembakli ke tanah air, setelah menyelesaikan pendidikannya di Jepang. Tahun 1963 beberapa Mahasiswa Indonesia antara lain: Baud AD Adikusumo, Karianto Djojonegoro, Mochtar Ruskan dan Ottoman Noh mendirikan Dojo di Jakarta. Mereka inilah yang mula-mula memperkenalkan karate (aliran Shoto-kan) di Indonesia, dan selanjutnya mereka membentuk wadah yang mereka namakan Persatuan Olahraga Karate Indonesia (PORKI) yang diresmikan tanggal 10 Maret 1964 di Jakarta.
Beberapa tahun kemudian berdatangan ex Mahasiswa Indonesia dari Jepang seperti Setyo Haryono (pendiri Gojukai), Anton Lesiangi, Sabeth Muchsin dan Chairul Taman yang turut mengembangkan karate di tanah air. Disamping ex Mahasiswa-mahasiswa tersebut di atas orang-orang Jepang yang datang ke Indonesia dalam rangka usaha telah pula ikut memberikan warna bagi perkembangan karate di Indonesia. Mereka-mereka ini antara lain: Matsusaki (Kushinryu-1966), Ishi (Gojuryu-1969), Hayashi (Shitoryu-1971) dan Oyama (Kyokushinkai-1967).
Karate ternyata memperoleh banyak penggemar, yang implementasinya terlihat muncul dari berbagai macam organisasi (Pengurus) karate, dengan berbagai aliran seperti yang dianut oleh masing-masing pendiri perguruan. Banyaknya perguruan karate dengan berbagai aliran menyebabkan terjadinya ketidak cocokan diantara para tokoh tersebut, sehingga menimbulkan perpecahan di dalam tubuh PORKI. Namun akhirnya dengan adanya kesepakatan dari para tokoh-tokoh karate untuk kembali bersatu dalam upaya mengembangkan karate di tanah air sehingga pada tahun 1972 hasil Kongres ke IV PORKI, terbentuklah satu wadah organisasi karate yang diberi nama Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (FORKI).
Sejak FORKI berdiri sampai dengan saat ini kepengurusan di tingkat Pusat yang dikenal dengan nama Pengurus Besar/PB. telah dipimpin oleh 6 orang Ketua Umum dan periodisasi kepengurusannyapun mengalama 3 kali perobahan masa periodisasi yaitu ; periode 5 tahun (ditetapkan pada Kongres tahun 1972 untuk kepengurusan periode tahun 1972 – 1977) periodisasi 3 tahun (ditetapkan pada kongres tahun 1997 untuk kepengurusan periode tahun 1997 – 1980) dan periodisasi 4 tahun ( Berlaku sejak kongres tahun 1980 sampai sekarang).
Adapun mereka-mereka yang pernah menjadi Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal (Umum) FORKI sejak tahun 1972 adalah sbb :
Periode/Masa Bakti Ketua Umum Sekretaris Jenderal/Umum Keterangan
1972 – 1977 Widjojo Suyono Otoman Nuh Kongres IV PORKI/FORKI 1972 di Jakarta
1977 – 1980 S u m a d i Rustam Ibrahim Kongres V FORKI 1977 di Jakarta
1980 – 1984 Subhan Djajaatmadja G.A. Pesik Kongres VI FORKI 1980 di Jakarta
1984 – 1988 R u d i n i Adam Saleh Kongres VII FORKI 1984 di Bandar Lampung
1988 – 1992 R u d i n i G.A. Pesik Kongres VIII FORKI 1988 di Jakarta
1992 – 1996 R u d i n i G.A. Pesik Kongres IX 1992 di Jakarta (Diperpanjang sd 1997)
1997 – 2001 W i r a n t o Drs. Hendardji -S,SH. Kongres X FORKI 1997 di Caringin Bogor Jawa Barat
2001 – 2005 Luhut B. Pandjaitan, MPA. Drs. Hendardji -S,SH. Konres XI FORKI 2001 di Jakarta
2005 – 2009 Luhut B. Pandjaitan, MPA. Drs. Hendardji -S,SH. Kongres XII FORKI 2005 di Jakarta
PERGURUAN KARATE ANGGOTA FORKI
1. AMURA
2. BKC (Bandung Karate Club)
3. BLACK PANTHER KARATE INDONESIA
4. FUNAKOSHI
5. GABDIKA SHITORYU INDONESIA (Gabungan Beladiri Karate-Do Shitoryu)
6. GOJUKAI (Gojuryu Karate-Do Indonesia)
7. GOJU RYU ASS (Gojuryu Association)
8. GOKASI (Gojuryu Karate-Do Shinbukan Seluruh Indonesia)
9. INKADO (Indonesia Karate-Do)
10. INKAI (Institut Karate-Do Indonesia)
11. INKANAS (Intitut Karate-Do Nasional)
12. KALA HITAM
13. KANDAGA PRANA
14. KEI SHIN KAN
15. KKNSI (Kesatuan Karate-Do Naga Sakti Indonesia)
16. KKI (Kushin Ryu M. Karate-Do Indonesia)
17. KYOKUSHINKAI (Kyokushinkai Karate-Do Indonesia)
18. LEMKARI (Lembaga Karate-Do Indonesia)
19. PERKAINDO
20. PORBIKAWA
21. PORDIBYA
22. SHINDOKA
23. SHI ROI TE
24. TAKO INDONESIA
25. WADOKAI (Wadoryu Karate-Do Indonesia)
PB. FORKI beberapa kali mendapat kepercayaan menyelenggarakan even Internasional diantaranya :
1. Menjadi tuan rumah APUKO II tahun 1976 dilaksanakan di Jakarta.
2. Menjadi tuan rumah APUKO VII tahun 1987 dilaksanakan di Jakarta.
3. Menjadi tuan rumah APUKO Junior tahun 1991 dilaksanakan di Jakarta.
Disamping even-even tersebut PB. FORKI dipercayakan juga oleh KONI Pusat sebagai penyelenggara pertandingan karate pada even Sea Games dimana Indonesia menjadi tuan rumah yaitu masing-masing :
1. Sea Games XIV tahun 1987 di Jakarta.
2. Sea Games XIX tahun 1997 di Jakarta.
PB. FORKI pernah menggelar even Internasional diluar agenda resmi dari WKF dan AKF sebagai inisiatif sendiri dari PB. FORKI yaitu “ Indonesia Open Karate Tournamen “ yang dilaksanakan di Jakarta tahun 2002.

Aliran Karate

Seperti telah disinggung diatas, ada banyak aliran Karate di Jepang, dan sebagian dari aliran-aliran tersebut sudah masuk ke Indonesia.
Adapun ciri khas dan latar belakang dari berbagai aliran Karate yang termasuk dalam "4 besar JKF" adalah sebagai berikut:

Shotokan

Shoto adalah nama pena Gichin Funakoshi, Kan dapat diartikan sebagai gedung/bangunan - sehingga shotokan dapat diterjemahkan sebagai Perguruan Funakoshi. Gichin Funakoshi merupakan pelopor yang membawa ilmu karate dari Okinawa ke Jepang. Aliran Shotokan merupakan akumulasi dan standardisasi dari berbagai perguruan karate di Okinawa yang pernah dipelajari oleh Funakoshi. Berpegang pada konsep Ichigeki Hissatsu, yaitu satu gerakan dapat membunuh lawan. Shotokan menggunakan kuda-kuda yang rendah serta pukulan dan tangkisan yang keras. Gerakan Shotokan cenderung linear/frontal, sehingga praktisi Shotokan berani langsung beradu pukulan dan tangkisan dengan lawan.

Goju-ryu

Goju memiliki arti keras-lembut. Aliran ini memadukan teknik keras dan teknik lembut, dan merupakan salah satu perguruan karate tradisional di Okinawa yang memiliki sejarah yang panjang. Dengan meningkatnya popularitas Karate di Jepang (setelah masuknya Shotokan ke Jepang), aliran Goju ini dibawa ke Jepang oleh Chojun Miyagi. Miyagi memperbarui banyak teknik-teknik aliran ini menjadi aliran Goju-ryu yang sekarang, sehingga banyak orang yang menganggap Chojun Miyagi sebagai pendiri Goju-ryu. Berpegang pada konsep bahwa "dalam pertarungan yang sesungguhnya, kita harus bisa menerima dan membalas pukulan". Sehinga Goju-ryu menekankan pada latihan SANCHIN atau pernapasan dasar, agar para praktisinya dapat memberikan pukulan yang dahsyat dan menerima pukulan dari lawan tanpa terluka. Goju-ryu menggunakan tangkisan yang bersifat circular serta senang melakukan pertarungan jarak rapat.

Shito-ryu

Aliran Shito-ryu terkenal dengan keahlian bermain KATA, terbukti dari banyaknya KATA yang diajarkan di aliran Shito-ryu, yaitu ada 30 sampai 40 KATA, lebih banyak dari aliran lain. Namun yang tercatat di soke/di Jepang ada 111 kata beserta bunkainya. Sebagai perbandingan, Shotokan memiliki 25, Wado memiliki 17, Goju memiliki 12 KATA. Dalam pertarungan, ahli Karate Shito-ryu dapat menyesuaikan diri dengan kondisi, mereka bisa bertarung seperti Shotokan secara frontal, maupun dengan jarak rapat seperti Goju.

Wado-ryu

Wado-ryu adalah aliran Karate yang unik karena berakar pada seni beladiri Shindo Yoshin-ryu Jujutsu, sebuah aliran beladiri Jepang yang memiliki teknik kuncian persendian dan lemparan. Sehingga Wado-ryu selain mengajarkan teknik Karate juga mengajarkan teknik kuncian persendian dan lemparan/bantingan Jujutsu. DIdalam pertarungan, ahli Wado-ryu menggunakan prinsip Jujutsu yaitu tidak mau mengadu tenaga secara frontal, lebih banyak menggunakan tangkisan yang bersifat mengalir (bukan tangkisan keras), dan kadang-kadang menggunakan teknik Jujutsu seperti bantingan dan sapuan kaki untuk menjatuhkan lawan. Akan tetapi, dalam pertandingan FORKI dan JKF, para praktisi Wado-ryu juga mampu menyesuaikan diri dengan peraturan yang ada dan bertanding tanpa menggunakan jurus-jurus Jujutsu tersebut.
Sedangkan aliran Karate lain yang besar walaupun tidak termasuk dalam "4 besar JKF" antara lain adalah:

Kyokushin

Kyokushin tidak termasuk dalam 4 besar Japan Karatedo Federation. Akan tetapi, aliran ini sangat terkenal baik di dalam maupun di luar Jepang, serta turut berjasa memopulerkan Karate di seluruh dunia, terutama pada tahun 1970an. Aliran ini didirikan oleh Sosai Masutatsu Oyama. Nama Kyokushin mempunyai arti kebenaran tertinggi. Aliran ini menganut sistem Budo Karate, dimana praktisi-praktisinya dituntut untuk berani melakukan full-contact kumite, yakni tanpa pelindung, dan menyerang secara frontal, untuk mendalami arti yang sebenarnya dari seni bela diri karate serta melatih jiwa/semangat keprajuritan (budo), aliran ini juga sering dikenal sebagai salah satu aliran karate paling keras. Tidak seperti kebanyakan aliran karate yang sudah berfokus pada olahraga, dimana dalam pertandingannya menerapkan sistem tidak kontak langsung dan hasil yang ditentukan oleh poin, Kyokushin masih berpegang teguh pada sistem tradisional, terlihat dari sistem pertandingan kumite pada kejuaraan Kyokushin yang menerapkan pertarungan full contact dan boleh membuat Knock Out (KO) lawan. Aliran ini menerapkan hyakunin kumite (kumite 100 orang) sebagai ujian tertinggi, dimana karateka diuji melakukan 100 kumite berturut-turut tanpa kalah. Sosai Oyama sendiri telah melakukan kumite 300 orang. Adalah umum bagi praktisi aliran ini untuk melakukan 5-10 kumite berturut-turut.

Shorin-ryu

Aliran ini adalah aliran Karate yang asli berasal dari Okinawa. Didirikan oleh Shoshin Nagamine yang didasarkan pada ajaran Yasutsune Anko Itosu, seorang guru Karate abad ke 19 yang juga adalah guru dari Gichin Funakoshi, pendiri Shotokan Karate. Dapat dimaklumi bahwa gerakan Shorin-ryu banyak persamaannya dengan Shotokan. Perbedaan yang mencolok adalah bahwa Shorin-ryu juga mengajarkan bermacam-macam senjata, seperti Nunchaku, Kama dan Rokushaku Bo.

Uechi-ryu

Aliran ini adalah aliran Karate yang paling banyak menerima pengaruh dari beladiri China, karena pencipta aliran ini, Kanbun Uechi, belajar beladiri langsung di provinsi Fujian di China. Oleh karena itu, gerakan dari aliran Uechi-ryu Karate sangat mirip dengan Kungfu aliran Fujian, terutama aliran Baihequan (Bangau Putih)

Perguruan Karate di Indonesia anggota FORKI

  1. AMURA (Karate-Do Indonesia)
  2. BKC (Bandung Karate Club)
  3. BLACK PANTHER KARATE INDONESIA
  4. FUNAKOSHI
  5. GABDIKA SHITORYU INDONESIA (Gabungan Beladiri Karate-Do Shitoryu)
  6. GOJUKAI (Gojuryu Karate-Do Indonesia)
  7. GOJU RYU ASS (Gojuryu Association)
  8. GOKASI (Gojuryu Karate-Do Shinbukan Seluruh Indonesia)
  9. INKADO (Indonesia Karate-Do)
  10. INKAI (Institut Karate-Do Indonesia)
  11. INKANAS (Intitut Karate-Do Nasional)
  12. KALA HITAM
  13. KANDAGA PRANA
  14. KEI SHIN KAN
  15. KKNSI (Kesatuan Karate-Do Naga Sakti Indonesia)
  16. KKI (Kushin Ryu M. Karate-Do Indonesia)
  17. KYOKUSHINKAI (Kyokushinkai Karate-Do Indonesia)
  18. LEMKARI (Lembaga Karate-Do Indonesia)
  19. SHOTOKAI
  20. PORBIKAWA
  21. PORDIBYA
  22. SHINDOKA (Shito-ryu Karate-Do Indonesia)
  23. SHI ROI TE
  24. TAKO INDONESIA
  25. WADOKAI (Wadoryu Karate-Do Indonesia)
  26. PEMIKADO ( Persatuan Minang Karate-Do)
  27. RKS (Reikenuchi Karate School)
  28. MUSHIKAWA KARATE-DO INDONESIA

Sejarah FORKI

FORKI berdiri tidak terlepas dari sejarah karate di Indonesia, organisasi ini berdiri resmi pada tanggal 10 Maret 1964 di Jakarta, dengan nama Persatuan Olahraga Karate Indonesia (PORKI).
Pada tahun 1972, Kongres ke IV PORKI menghasilkan suatu kesepakatan dengan terbetuk wadah nama Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (FORKI).
Sejak FORKI berdiri sampai dengan saat ini kepengurusan di tingkat Pusat yang dikenal dengan nama Pengurus Besar (PB). telah dipimpin oleh tujuh orang Ketua Umum dan periodisasi kepengurusannyapun mengalama tiga kali perubahan masa periodisasi yaitu; periode lima tahun (ditetapkan pada Kongres tahun 1972 untuk kepengurusan periode tahun 1972–1977) periodisasi tiga tahun (ditetapkan pada kongres tahun 1997 untuk kepengurusan periode tahun 1977-1980) dan periodisasi empat tahun (Berlaku sejak kongres tahun 1980 sampai sekarang).

Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal (Umum) FORKI

Periode (Masa Bakti) Ketua Umum Sekretaris Jenderal (Umum) Keterangan
1972-1977 Widjojo Suyono Otoman Nuh Kongres IV PORKI/FORKI 1972 di Jakarta
1977-1980 Sumadi Rustam Ibrahim Kongres V FORKI 1977 di Jakarta
1980-1984 Subhan Djajaatmadja G.A. Pesik Kongres VI FORKI 1980 di Jakarta
1984-1988 Rudini Adam Saleh Kongres VII FORKI 1984 di Bandar Lampung
1988-1992 Rudini G.A. Pesik Kongres VIII FORKI 1988 di Jakarta
1992-1996 Rudini G.A. Pesik Kongres IX 1992 di Jakarta (Diperpanjang sd 1997)
1997-2001 Wiranto Hendardji Soepandji Kongres X FORKI 1997 di Caringin Bogor Jawa Barat
2001-2005 Luhut Binsar Pandjaitan Hendardji Soepandji Kongres XI FORKI 2001 di Jakarta
2005-2009 Luhut Binsar Pandjaitan Hendardji Soepandji Kongres XII FORKI 2005 di Jakarta
2010-2014 Hendardji Soepandji Lumban Sianipar Kongres XIII FORKI 2010 di Jakarta

Falsafah Karate

Rakka (Bunga yang berguguran)
Ia adalah konsep bela diri atau pertahanan di dalam karate. Ia bermaksud setiap teknik pertahanan itu perlu dilakukan dengan bertenaga dan mantap agar dengan menggunakan satu teknik pun sudah cukup untuk membela diri sehingga diumpamakan jika teknik itu dilakukan ke atas pokok, maka semua bunga dari pokok tersebut akan jatuh berguguran. Contohnya jika ada orang menyerang dengan menumbuk muka, si pengamal karate boleh menggunakan teknik menangkis atas. Sekiranya tangkisan atas itu cukup kuat dan mantap, ia boleh mematahkan tangan yang menumbuk itu. Dengan itu tidak perlu lagi membuat serangan susulan pun sudah cukup untuk membela diri.
Mizu No Kokoro (Minda itu seperti air)
Konsep ini bermaksud bahwa untuk tujuan bela diri, minda (pikiran) perlulah dijaga dan dilatih agar selalu tenang. Apabila minda tenang, maka mudah untuk pengamal bela diri untuk mengelak atau menangkis serangan. Minda itu seumpama air di danau. Bila bulan mengambang, kita akan dapat melihat bayangan bulan dengan terang di danau yang tenang. Sekiranya dilontar batu kecil ke danau tersebut, bayangan bulan di danau itu akan kabur.

Peralatan dalam pertandingan karate

Peralatan yang diperlukan dalam pertandingan karate
  1. Pakaian karate (karategi) untuk kontestan
  2. Pelindung tangan
  3. Pelindung tulang kering
  4. Ikat pinggang (Obi) untuk kedua kontestan berwarna merah/aka dan biru/ao
  5. Alat-alat lain yang diperbolehkan tapi bukan menjadi keharusan adalah:
    • Pelindung gusi (di beberapa pertandingan menjadi keharusan)
    • Pelindung tubuh untuk kontestan putri
    • Pelindung selangkangan untuk kontestan putera
  6. Peluit untuk arbitrator/alat tulis
  7. Seragam wasit/juri
    • Baju putih
    • Celana abu-abu
    • Dasi merah
    • Sepatu karet hitam tanpa sol
  8. Papan nilai/n scoring board
  9. Administrasi pertandingan
  10. bendera merah & biru untuk juri
  11. Peluit untuk wasit
Tambahan: Khusus untuk Kyokushin, pelindung yang dipakai hanyalah pelindugn selangkangan untuk kontestan putra. Sedangkan pelindung yang lain tidak diperkenankan.

PERTANDINGAN

Pertandingan Karate

Pertandingan karate dibagi atas tiga jenis yaitu :
  1. Kumite (perkelahian)
  2. Kata (jurus)
  3. Kihon (peragaan teknik)

Kumite

Kumite dibagi atas kumite perorangan dengan pembagian kelas berdasarkan berat badan dan kumite beregu tanpa pembagian kelas berat badan (khusus untuk putera). Sistem pertandingan yang dipakai adalah reperchance (WUKO) atau babak kesempatan kembali kepada atlet yang pernah dikalahkan oleh sang juara. Pertandingan dilakukan dalam satu babak (2-3 menit bersih) dan 1 babak perpanjangan kalau terjadi seri, kecuali dalam pertandingan beregu tidak ada waktu perpanjangan. Dan jika masih pada babak perpanjangan masih mengalami nilai seri, maka akan diadakan pemilihan karateka yang paling ofensif dan agresif sebagai pemenang.

Kata

Pada pertandingan kata yang diperagakan adalah keindahan gerak dari jurus, baik untuk putera maupun puteri. Sesuai dengan Kata pilihan atau Kata wajib dalam peraturan pertandingan.
Para peserta harus memperagakan Kata wajib. Bila lulus, peserta akan mengikuti babak selanjutnya dan dapat memperagakan Kata pilihan.
Pertandingan dibagi menjadi dua jenis: Kata perorangan dan Kata beregu. Kata beregu dilakukan oleh 3 orang. Setelah melakukan peragaan Kata , para peserta diharuskan memperagakan aplikasi dari Kata (bunkai). Kata beregu dinilai lebih prestisius karena lebih indah dan lebih susah untuk dilatih.
Menurut standar JKF dan WKF, yang diakui sebagai Kata Wajib adalah hanya 8 Kata yang berasal dari perguruan 4 Besar JKF, yaitu Shotokan, Wado-ryu, Goju-ryu and Shito-ryu, dengan perincian sebagai berikut:
  • Shotokan : Kankudai dan Jion.
  • Wado-ryu : Seishan dan Chinto.
  • Goju-ryu : Saifa dan Seipai.
  • Shito-ryu: Seienchin dan Bassaidai.
Karateka dari aliran selain 4 besar tidak dilarang untuk ikut pertandingan Kata JKF dan WKF, hanya saja mereka harus memainkan Kata sebagaimana dimainkan oleh perguruan 4 besar di atas.

Luas lapangan

  • Lantai seluas 8 x 8 meter, beralas papan atau matras di atas panggung dengan ketinggian 1 meter dan ditambah daerah pengaman berukuran 2 meter pada tiap sisi.
  • Arena pertandingan harus rata dan terhindar dari kemungkinan menimbulkan bahaya.
Pada Kumite Shiai yang biasa digunakan oleh FORKI yang mengacu peraturan dari WKF, idealnya adalah menggunakan matras dengan lebar 10 x 10 meter. Matras tersebut dibagi kedalam tiga warna yaitu putih, merah dan biru. Matras yang paling luar adalah batas jogai dimana karate-ka yang sedang bertanding tidak boleh menyentuh batas tersebut atau akan dikenakan pelanggaran. Batas yang kedua lebih dalam dari batas jogai adalah batas peringatan, sehingga karate-ka yang sedang bertanding dapat memprediksi ruang arena dia bertanding. Sisa ruang lingkup matras yang paling dalam dan paling banyak dengan warna putih adalah arena bertanding efektif.